Oleh : Eren Sugiharto
Mau melangkah kapan lagi? Ini sudah november. Sudah sampai mana rencana tahunan atau biasa disebut resolusi itu! Sudah lupa dengan deretan ambisi besar di awal tahun? Sepertinya baru kemarin merayakan gegap gempita pergantian tahun, dengan ga ngapa-ngapain juga. Coba tengok lagi deretan harapan dan cita-cita? Apa hasilnya? Titik yang sama! Cuma tambah tua saja. Mangkrak.
Waktu seperti angin, melintas tanpa permisi. Tapi berjejak. Rupa jejaknya penyesalan bagi si gagal pun stagnan. ‘Kemrungsung’ niatan untuk hidup sehat, berujung pada persediaan junk food di freezer. Atau dumbel berdebu yang sempat jadi barang langganan dipakai. Niatan memperbaiki finansial? Lihat saja sampai sekarang, saldo tabungan masih ‘misterius’. Resolusi jadi dongeng, diangen-angen awal tahun, lalu dikhianati setiap harinya. Semua bab di master plan tahunan berakhir tanpa dimulai. Pola yang klise.
Siapa kambing hitamnya kalau bukan diri sendiri. Yang gemar membangun wacana-wacana agung. Nawaitu tanpa tandang. Aneh. Harusnya, setelah niat diikuti kegiatan, tapi itu struktur kalimat, bukan realita harian. Atau jangan-jangan, pada fase ini sudah lelah berlari, celakanya di atas treadmill. Stagnan. Coba ingat lagi, berapa jam habis untuk “scroll” apapun media sosialnya? Berapa Gigabyte kuota habis untuk streaming vidio populer? Iya populer, bukan konten pengembangan diri, atau tutorial ilmu baru. Hanya untuk nyambung dengan obrolan tongkrongan. Ini bukan juga provokasi agar tidak bersyukur, atau kompetisi nasib apes. Manusia-manusia stagnan ini juga bersyukur, minimal karena nasibnya tidak lebih buruk lagi. Tapi juga pingin, bersyukur karna berkelebihan.
Rasa tak puas diri mulai menggeliat, sampe menggelikan. Sambatan sudah jadi umpatan. Buajindol! Jangan lupa berdo’a agar terlindung dari sifat iri, kalau terlanjur terbesit dalam hati, tinggal di-manage agar outputnya tetap jadi perilaku baik. Lihat timeline masing-masing, ada dimana sekarang? Pada masa remaja sudah lewat. Pada pasangan yang menagih keseriusan jenjang. Pada usia yang kurang menarik bagi bursa kerja dan pasaranan asmara. Pada kerutan halus wajah mulai muncul, atau rambut yang mulai beruban. Pada kesulitan memenuhi tarif pendidikan anak. Pada hasil tes medis dengan kewajiban berlangganan ke rumah sakit. Rasanya sudah hampir terlambat, getir, tapi tak bisa dihindari. Yang terburuk adalah ini terulang, hampir setiap akhir tahun merasa begini, jadi siklus. Terasa tidak asing?
Anggap saja sekarang adalah titik nol. Berdamai dengan keadaan. Berhenti membohongi diri. Penganut Idealisme tertentu memang keren, tapi seorang idealis juga manusia. Butuh sandang, pangan, papan, pasangan. Dikurangi menghayal, tiba-tiba nasib baik berpihak tanpa usaha. Bolehlah bermimpi, tapi dengan batas yang optimis realistis. Ayo melangkah, agar tak ada lagi candaan “mau diteruskan hidup yang seperti ini?” Berhenti menunda-nunda Seakan masih punya kontrak hidup 169 tahun lagi.
Eren Sugiharto, Sinis, Skeptis, Tidak Quotable, bisa disapa melalui vodkid99@gmail.com