Malam itu (16/01/25), di bawah sinar bulan yang memancarkan cahayanya, acara Bangbang Wetan kembali digelar dengan tema “Nur Gesang”, yang secara harfiah berarti cahaya kehidupan. Sinarnya kadang tertutup awan hitam yang berlalu-lalang, namun suasana tetap syahdu. Alhamdulillah, acara yang bertempat di halaman Taman Budaya Cak Durasim tersebut berjalan dengan lancar.
Untuk menambah wawasan, di sela-sela acara kami berkesempatan mewawancarai seorang jamaah bernama Mas Bambang, yang berdomisili di Surabaya. Beliau telah mengikuti kegiatan maiyahan sejak tahun 1993.
Di tengah obrolan, saya melontarkan sebuah pertanyaan kepada Mas Bambang, “Apakah ada kaitannya tema yang dibahas dengan keseharian Anda?”
Mas Bambang, yang memiliki latar belakang sebagai pelukis, mengawali jawabannya dengan mengutip perkataan Mbah Nun tentang Surat An-Nur ayat 35: Allah adalah cahaya langit dan bumi. Beliau menjelaskan, “Saat saya melukis, sumber ‘cahaya’ itu ya dari Allah. Saya hanya menjadi pantulan dari cahaya-Nya. Artinya, kita sebagai manusia tidak boleh terlalu geer (berbesar hati) atas kemampuan yang kita miliki. Bukan berarti kita meniadakan ikhtiar manusia, tetapi kita harus sadar bahwa semua itu adalah anugerah, atau cahaya dari Allah.”
Mas Bambang juga menambahkan, “Mbah Nun sering mengingatkan kita untuk selalu menempatkan Allah sebagai subjek utama dalam kehidupan.”
Pada sesi diskusi jamaah, Lek Ham mengajak para peserta untuk terlebih dahulu mengenali apa itu cahaya, agar tidak terjebak pada kilauan yang semu. Beliau kemudian mengajukan sejumlah pertanyaan reflektif: Apa warna cahaya itu? Di mana tempatnya? Apa wujudnya? Dan apa yang menghalangi cahaya itu? Lek Ham juga menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an, ada beberapa istilah untuk cahaya, yaitu dau’, nur, dan siraj.
Saya pun kembali bertanya kepada Mas Bambang, “Dari sudut pandang Anda, apa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Lek Ham?”
Mas Bambang lalu memberikan contoh, “Di desa saya, ada program karang taruna. Saya menghimbau anak-anak karang taruna untuk mencari tahu apa yang dibutuhkan masyarakat, agar program-program yang mereka buat bisa memberikan manfaat. Menurut saya, itulah bentuk cahaya.” Beliau juga menambahkan, “Yang sering menghalangi cahaya itu adalah manusia itu sendiri, karena ego dan keserakahannya.”
Di akhir percakapan, Mas Bambang menyampaikan harapannya agar Bangbang Wetan bisa lebih dekat dengan masyarakat dan semakin bermanfaat bagi kehidupan yang nyata. “Semoga Bangbang Wetan tetap menjadi wadah di tengah masyarakat dan istiqamah dalam menyebarkan cahaya-Nya,” tutupnya.
“Aamiin Yaa Robbal Aalamiin”, timpal saya. Saya pun pamit undur diri ke Mas Bambang dan beterimakasih sudah mau diajak bersharing-ria, ngobrol santai.
Latif, Jama’ah Maiyah. Bisa disapa di Ig : gekko6174