Oleh : Eren Sugiharto
“That day, humanity was reminded. how terrible was their terror. And the humiliation of living in a cage.”
Monolog anteb untuk ukuran “kartun”, akurat menusuk inti. Bahwa ketakutan menjelma penjara tak kasat mata. Dalam semesta Attack on Titan (AoT) dunia cuman sebatas tembok, dan kebebasan hanya formalitas. Umat manusia yang tersisa seperti ternak, hidup dalam kurungan. Ideologinya disetir penguasa kolot, di-combo dengan bernegara secara Nggilani.
Dinding AoT semula alat untuk bertahan hidup, menjadi wahana politisasi. Lokasi paling aman dimonopoli. Dimana rakyat menempati pinggiran sebagai umpan, gugurnya mereka akan jadi statistik, sedang kematian satu penguasa bakal jadi tragedi. Bukankah Ini lebih dari sekedar cerita fiksi? cermin buram realita penjajahan halus : Ketakutan kolektif jadi prinsip mengendalikan rakyat. Dan fungsi dasar keamanan hidup cuma ilusi. Diperparah dengan mentalitas ternak. Demi rasa aman, sebagian orang rela hidup dengan tali keluh menancap di hidung. Sudah mulai relevan?
Selalu ada sosok-sosok yang muak dengan kondisi itu. Dalam AoT, Eren Yeager. Adalah protagonis pendobrak pendamba kebebasan berapapun harganya, mutlak. Yang ada difikirannya cuma terus melangkah maju, menyingkirkan apapun yang dianggap menghalangi. Bermula dari dendam, dan fatalnya mengambil pijakan dengan kebebasan yang absolut. Ujungnya ironis. Meski dengan plot cerita yang bikin pecah kepala. Perjalanan panjang seorang Eren, si visioner ‘berkacamata kuda’ berubah jadi tiran baru.
Bukankah sejarah dunia ini juga demikian? Sebut saja ‘pak kumis berponi miring’. Dia seorang ultra nasionalis, visioner, dengan strategi Blitzkrieg-nya mampu menyulap negara pecundang perang jadi penguasa hampir seluruh Eropa, kurang dari satu dekade. Puncaknya tirani baru juga.
Pelajaran apa yang bisa diambil? Ngga ada! Toh, ngga semua orang paripurna jadi manusia. Belum lagi yang hobi jatuh ke lubang yang sama. Dua tokoh di dunia yang beda, tapi sama-sama jadi bukti. Kebebasan absolut itu seperti mobil drag tanpa rem, kenceng diawal nyungsep diakhir. Selalu jadi ironis apapun motivasinya. Sementara di semesta lain, Maiyah hadir dengan konsep kebebasan yang harmonis. Bertanggung jawab.
Bebas itu bukan seakan ngomong “aku iso lapo ae! Koen kate lapo?” tapi “aku siap nanggung opo sing dadi keputusanku!”. Mbah Fuad sebagai Marja’ Maiyah jelas ngasi wejangan, yang utama dari kebebasan manusia itu adalah pilihan terbaik untuk dampak dunia dan akhirat.
“… Dengan demikian, makna kebebasan bagi manusia adalah memilih di antara sekian banyak hal di dunia ini, mana yang paling utama untuk kebaikan dunia dan akhirat.”
Tetes. Makna kebebasan
Bahkan menurut Mbah Nun, yang lebih menyelamatkan ya keterbatasan itu sendiri, bukan pada kebebasannya.
“Di siang hari Ramadlan cairan di lidahmu memerintahkan kehendakmu agar engkau membeli apa saja yang terdapat di warung dan supermarket. Tetapi beberapa waktu sesudah engkau berbuka, perut menyatakan dengan tegas bahwa keterbatasan itu lebih penting dan lebih menyelamatkan dibanding kebebasan.”
Bongkah. Kebebasan vs Keterbatasan.
Sebagai manusia Maiyah bukan pekara susah menakar ulang ideologi kebebasan, mengingat rujukan udah ada, contoh sudah banyak. Masak iya masih mau bebas semau-maunya? Seorang visioner dengan ide-idenya yang diluar nalar serta gaya bicara to the point, terkesan ngasi rasa optimis untuk dijadiin semacam ketua, minimal partner berorganisasi. Jangan lupa sisi lain potensi tiranik yang setiap saat bisa muncul. Hingga jadi Eren baru dengan skema yang usang.
Pada akhirnya, dalam hal apapun, kebebasan tanpa rem bakalan nabrak norma, melampaui batas, dan berujung pada kehancuran. Sementara kebebasan yang berdamai dengan lapangnya ruang sebelum batasan, justru menawarkan ketenangan yang hakiki. Bukan soal sejauh mana bisa berlari atau sekeras apa menghantam, tapi tentang keberanian untuk berhenti, melihat jangkauan, dan bertanya: siapkah di masa depan menanggung semua akibat dari pilihan bebas hari ini? Jadi, antara ideologi ala Eren atau kebijaksanaan Maiyah, bayangan mana yang kau lihat saat bercermin di dunia yang sibuk membangun temboknya sendiri?
Sidoarjo, 2 Januari 2025.
Eren Sugiharto, Sinis, Skeptis, Tidak Quotable, bisa disapa melalui vodkid99@gmail.com