Oleh : Jembar Tahta Anillah
Dalam keriuhan pertemuan penggiat Maiyah se-Nusantara yang baru saja terlaksana, terdapat semangat yang membara untuk tidak hanya sekadar mengenang dan merenungi apa yang telah dilakukan, tetapi juga untuk mendaur ulang dan memperbaharui setiap simpul yang telah kita bentuk. Pertemuan itu, yang diwarnai dengan temu kangen dan pertukaran cerita, telah menitikberatkan pada dua agenda penting: mendaur ulang setiap simpul dan meneruskan diskusi dengan aksi.
Mendaur Ulang Setiap Simpul
Mendaur ulang simpul-simpul Maiyah bukanlah sekadar mengulang apa yang telah ada, melainkan sebuah gerakan untuk menyegarkan dan memberi energi baru pada setiap interaksi dan kegiatan yang kita lakukan. Dalam konteks Maiyah, mendaur ulang berarti menggali kembali esensi dari setiap pertemuan, setiap diskusi, dan setiap momen kebersamaan yang telah kita lalui, lalu membawanya ke dalam konteks dan tantangan yang dihadapi saat ini. Ini adalah proses kreatif untuk mengidentifikasi, mengolah ulang, dan mengadaptasi nilai-nilai yang kita pegang teguh sehingga tetap relevan dan resonan dengan keadaan saat ini.
Sebagai bagian dari proses mendaur ulang, evaluasi tata kelola setiap simpul menjadi krusial. Kita perlu menilai sejauh mana setiap simpul telah efektif dalam mencapai tujuan-tujuannya, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan tantangan yang ada. Evaluasi ini harus dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa setiap simpul tidak hanya berjalan sesuai rencana tetapi juga tetap dinamis dan responsif terhadap perubahan.
Cak Nun pernah berkata, “Kita tidak bisa hanya berjalan di tempat sambil mengeluhkan keadaan.” Kalimat ini mengingatkan kita bahwa dalam mendaur ulang simpul, kita harus aktif mencari cara-cara inovatif untuk memperbaiki dan memperkuat simpul-simpul tersebut. Seperti yang sering disinggung dalam rubrik DAUR di website caknun.com, proses ini melibatkan transformasi ide-ide lama menjadi bentuk yang lebih adaptif dan aplikatif untuk menghadapi tantangan zaman.
Meneruskan Diskusi dengan Aksi
Diskusi yang produktif adalah yang berujung pada aksi. Meneruskan diskusi dengan aksi dalam konteks Maiyah berarti setiap ide dan solusi yang muncul dari pertemuan kita harus segera diikuti dengan langkah-langkah praktis yang bisa diterapkan dalam kehidupan nyata. Ini adalah tantangan untuk mengubah wacana menjadi kerja nyata yang bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
Langkah ini sangat penting karena tanpa aksi nyata, diskusi kita tidak akan lebih dari sekadar retorika. Oleh karena itu, kita perlu mendesain mekanisme dan strategi untuk memastikan bahwa setiap simpul yang kita daur ulang dan setiap diskusi yang kita lakukan mendorong terciptanya aksi-aksi konkret yang menyentuh kehidupan masyarakat.
Frasa “Maiyah Tandang” yang pada saat itu diinisiasi oleh Pak Toto Raharjo. Beberapa penggiat Maiyah berpendapat bahwa Maiyah saat ini telah “selesai” dengan forum-forum diskusi. Dalam konteks ini, “selesai” tidak berarti menghentikan diskusi, tetapi menjadi lebih dari sekadar forum. Ide ini telah diwujudkan oleh beberapa simpul Maiyah yang mulai mengimplementasikan konsep “tandang” dalam berbagai bidang: pertanian, perdagangan, pendidikan, kebudayaan, dan lainnya.
Namun, ada suara dari sebagian penggiat yang menyatakan kelelahan terhadap diskusi-diskusi yang selama ini mendominasi. Mereka mendorong agar aksi lebih diperbanyak. Menanggapi hal ini, Pak Toto Raharjo menegaskan bahwa diskusi dan forum tetap memiliki peran penting. Menurutnya, aksi yang dilakukan harus dikaji ulang di forum, untuk dievaluasi dan diambil pelajarannya. Diskusi semacam ini menjadi bekal untuk aksi-aksi berikutnya.
Apakah diskusi hanya sebatas evaluasi? Tentu tidak. Yang paling penting dari diskusi Maiyah adalah menggali hikmah dan mensyukuri anugerah Allah. Diskusi-diskusi tersebut menjembatani berbagai aksi—baik di bidang pertanian, perdagangan, pendidikan, maupun lainnya—dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan ajaran Rasulullah. Dengan cara ini, diskusi di Maiyah menjadi penghubung segitiga cinta: Allah Swt., Rasulullah saw., dan kita sebagai hamba-Nya.
Mas Sabrang pernah menyatakan bahwa Islam tidak hanya mengajak kita untuk beriman, tetapi juga bersyahadat. Syahadat berarti menyaksikan dan merasakan keberadaan Tuhan, tidak sekadar percaya. Hal ini menjadi dasar mengapa aksi nyata di Maiyah selalu melibatkan Allah Swt. dalam setiap langkahnya. Dalam arti setiap tumbuhan yang ada di sawah, setiap barang yang kita perjualkan, dan setiap apa yang kita ajarkan tidak ada yang tidak berkaitan dengan kasih sayang dan rahmat Allah Swt. Di sinilah letak perbedaan Maiyah dengan forum-forum lainnya: Maiyah teguh memegang prinsip yang diajarkan oleh Cak Nun, yaitu “libatkan Allah Swt. dalam setiap pilihan hidupmu.”
Dengan sinergi antara diskusi yang reflektif dan aksi nyata yang berlandaskan nilai, Maiyah menunjukkan bahwa gerakan ini tidak hanya tentang wacana, tetapi juga kontribusi nyata yang membawa manfaat bersama. Maiyah adalah gerakan yang menyelaraskan cinta kepada Allah, Rasulullah, dan sesama manusia. Dalam prosesnya, diskusi dan aksi tidak dapat dipisahkan. Diskusi menjadi ruang untuk refleksi dan penyelarasan nilai, sementara aksi menjadi wujud nyata dari cinta kita kepada Allah dan sesama. Dengan mendaur ulang simpul dan meneruskan diskusi ke dalam aksi yang bermakna, Maiyah menunjukkan bahwa ia bukan hanya forum wacana, tetapi gerakan nyata yang membawa manfaat bagi masyarakat.
Mari kita bersama-sama menjaga dan memperkuat simpul-simpul ini, serta melanjutkan aksi dengan penuh cinta dan keikhlasan. Dalam kebersamaan bersama Allah Swt., kita wujudkan Maiyah sebagai gerakan yang relevan, inovatif, dan penuh berkah untuk nusa, bangsa, dan semesta.
Jembar Tahta Anillah. Pejalan sunyi, penikmat karya Tuhan. Sedang menyelesaikan studi S1 Hubungan Internasional di UIN Sunan Ampel Surabaya. Anda bisa menyapa melalui akun instagram @jmbr_anillah
Jossss