WAR OF IGNORANCE

Prolog BangbangWetan Bulan Juli 2025

Pernahkah kita menyadari bahwa ketidaktahuan bisa menjadi ancaman serius dalam hidup kita? Ketidaktahuan bukan sekadar kekurangan informasi—ia adalah virus laten yang menggerogoti cara kita berpikir, bersikap, dan membuat keputusan. Ketidaktahuan menciptakan korban: dari kebodohan, ketidakbijaksanaan, hingga kesombongan. Inilah sebabnya, ketidaktahuan bukan hanya harus disadari, tetapi juga layak diperangi.

Sumber ketidaktahuan tidak hanya berasal dari dalam diri—dari malas belajar atau tidak mampu memahami—tetapi juga bisa bersumber dari sistem luar: lingkungan, media, dan struktur sosial yang membentuk narasi tertentu. Dalam situasi seperti ini, seseorang bisa terjebak dalam ketidaktahuan tanpa sadar.

Mereka yang “tidak tahu” sangat rentan terombang-ambing, baik hati maupun pikirannya. Panik sering muncul sebagai akibat dari ketidaktahuan, yang kemudian memunculkan keputusan gegabah. Ketika emosi mengambil alih logika, penyesalan sering jadi ujung perjalanan.

Fear of the Unknown dan Respons Manusia Modern

Dalam teori psikologi, ketidaktahuan melahirkan fenomena fear of the unknown—rasa takut dan cemas terhadap hal yang belum kita pahami. Manusia cenderung gugup dan reaktif ketika berhadapan dengan situasi baru. Maka, penting bagi kita untuk membangun kesiapan mental dan intelektual dalam menghadapi segala yang tidak diketahui.

Mas Sabrang (Noe Letto) pernah berkata, perang terbesar hari ini adalah melawan ketidaktahuan kita bahwa kita sebenarnya masih dalam penjara. Penjara itu adalah batasan-batasan berpikir yang kita warisi dari luar diri—ukuran-ukuran yang bukan kita yang menetapkan.

Di era banjir informasi, kita cenderung latah dan panik. Saat satu berita belum selesai kita pahami, informasi baru sudah datang menggulung. Akibatnya, banyak orang mengambil keputusan dalam keadaan bingung dan salah tafsir.

Empat Golongan Menurut Imam Ghazali

Imam Ghazali membagi manusia menjadi empat golongan berdasarkan tingkat pengetahuannya:

  1. Orang yang tahu, dan tahu bahwa dia tahu.
    Inilah manusia utuh—puncak pencarian ilmu dan kebijaksanaan.
  2. Orang yang tahu, tapi tidak tahu bahwa dia tahu.
    Mereka butuh dorongan dan bimbingan untuk menyadari potensi diri.
  3. Orang yang tidak tahu, tapi sadar bahwa dia tidak tahu.
    Ini adalah titik awal yang baik dalam perjuangan melawan ketidaktahuan.
  4. Orang yang tidak tahu, dan tidak tahu bahwa dia tidak tahu.
    Inilah golongan paling berbahaya, dan menjadi sasaran utama dalam perang melawan kebodohan.

Perjalanan melawan ketidaktahuan adalah perjalanan panjang dari golongan keempat menuju yang pertama. Tapi, bahkan setelah sampai pada puncak pengetahuan intelektual, tantangan belum selesai.

Tantangan Berikutnya: Melawan Ketidaktahuan Moral dan Etika

Ilmu yang tidak disertai dengan akhlak bisa menjadi bumerang. Ilustrasi klasiknya adalah seorang sarjana perkapalan yang kembali ke kampung halaman dan mencibir para nelayan karena tidak melaut saat ombak besar. Ia lupa, meski punya ilmu akademik, ia tak pernah benar-benar hidup di tengah laut.

Kritik Mbah Nun sangat relevan: ketidaktahuan intelektual lebih mudah diperbaiki, tetapi jika ketidaktahuan etika dan moral dibiarkan, maka bangsa ini akan terus berjalan di tempat. Kebodohan bukan hanya soal tidak tahu, tapi juga tentang perilaku yang menyimpang dari adab dan akal sehat.

Saatnya Mengatur Strategi Melawan Ketidaktahuan

Apakah kita sudah memiliki strategi menghadapi ketidaktahuan? Sudahkah kita menyiapkan diri agar tidak reaktif saat menghadapi ketidakpastian? Semua ini akan menjadi refleksi dan bahan diskusi bersama dalam:

Majelis Ilmu BangbangWetan Edisi Juli 2025
🗓 Sabtu, 12 Juli 2025
📍 STIKOSA – AWS, Surabaya

Mari hadir, mari siapkan diri. Karena ketidaktahuan tidak akan pergi sendiri. Ia harus diperangi—bersama.

 

Oleh: Tim Tema Bangbang Wetan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top